Angkringan Kebhinekaan: Merekatkan Persaudaraan dalam Perbedaan

Sebelum adanya pemekaran, dua wilayah di Semanggi dan Mojo tergabung menjadi satu Kelurahan Semanggi. Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Mojo merupakan wilayah dengan pemukiman padat penduduk. Cerita tentang perkelahian antar warga, pencurian, mabuk-mabukan, perjudian, serta aksi kekerasan kerap terdengar terjadi di wilayah ini. Sebagian warga juga tampak enggan berkomunikasi dengan pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir segala persoalan di atas mulai dapat diatasi. Saluran-saluran komunikasi mulai terbangun. Pihak-pihak mulai membuka diri dan mencari solusi bersama atas permasalahan yang dihadapi. Pertemuan warga menjadi sarana mengomunikasikan berbagai kepentingan dan mencari solusi suatu permasalahan secara bersama-sama.

Kelurahan Semanggi menyelenggarakan sarasehan bekerjasama dengan Yayasan Percik pada Selasa, 6 Agustus 2019. Sarasehan tentang “Merawat Kebinekaan di Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Mojo” itu diselenggarakan di aula Kelurahan Semanggi. Sarasehan ini menjadi bentuk lain dari pertemuan warga untuk mempertemukan dan mengomunikasikan berbagai kepentingan. Pada sarasehan itu peserta saling berbagi pengalaman dan mengomunikasikan kepentingan mereka sebagai warga yang tinggal di wilayah tersebut.

Seorang yang pernah menjabat ketua Rukun Tetangga menyampaikan pengalamannya. Saat ia menjabat sebagai ketua Rukun Tetangga, ia mendapati warga yang suka mabuk-mabukan dan akhirnya berkelahi.

Sementara itu laskar sering mengambil tindakan jika menemukan orang yang sedang mabuk-mabukan. Sugiyanto, ketua Rukun Warga menyampaikan bahwa keberadaan laskar memang ditakuti oleh masyarakat. “Di wilayah kami memang keberadaan laskar ditakuti. Namun laskar bersinggungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kemaksiatan, seperti perjudian dan mabuk-mabukan. Jadi tidak bersinggungan dengan agama lain,“ katanya menanggapi persoalan mabuk-mabukan yang kerap terjadi ketika itu.

Di sisi yang lain peserta sarasehan juga mengungkapkan telah muncul inisiatif-insiatif warga untuk menciptakan kondisi kampung menjadi lebih baik. Kesenian hadroh menjadi ruang berekspresi bagi kaum muda di wilayah Losari.Semula ada yang menentang, lalu kami beri pengertian. Dangdutan saja boleh kenapa hadroh tidak boleh. Anak-anak muda yang semula kerjanya suka nongkrong-nongkrong, kami rangkul, kami ajak mereka belajar main hadroh,“ ungkap Yuli, pegiat kesenian di wilayah tersebut. Kelompok kesenian hadroh Losari ini pernah meraih kejuaraan dalam perlombaan di tingkat kecamatan maupun Kota Surakarta. Prestasi ini menciptakan wajah baru Losari yang semula dikenal dengan perkelahian warga dan perjudian.

Dalam persoalan penataan pemukiman penduduk di wilayah HP 16 rawan munculnya konflik.  Menghadapi situasi demikian, Lurah Sularso sebagai representasi pemerintah mampu membangun komunikasi dengan warga. Ketua Pokja HP 16 menuturkan ketika itu masyarakat siap melawan jika pemerintah tidak merespon baik terhadap aspirasi warga. Baru di era Lurah Sularso, warga merasakan memiliki lurah. Menurutnya, Sularso adalah sosok pemimpin yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan warga.Sularso mau menjalin komunikasi dengan warga. Persoalan yang muncul dalam penataan pemukiman warga di tanah pemerintah HP 16 bisa diselesaikan dengan baik,” ungkapnya atas peristiwa tersebut.

Hanya sekelompok kecil warga yang kurang memahami tentang kebiasaan dalam beribadah atau tata ibadah yang menjadikan sedikit gesekan. Namun secara umum relasi antar agama di wilayah Semanggi dan kini Mojo relatif baik. Teguh yang nasrani mengungkapkan bahwa keberadaan gereja GKAI bisa hidup berdampingan dengan masyarakat setempat. “Selama 32 tahun kami merasa bahwa gereja kami dijaga oleh saudara-saudara yang muslim,” katanya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Irianto, seorang beragama Katolik yang menyatakan bahwa terdapat sebuah kapel milik Katolik sejak tahun 1997. Kegiatan di kapel selama ini bisa berjalan dengan baik.

Malam itu suasana di Kelurahan Semanggi tampak berbeda. Di salah satu sudut halaman terdapat angkringan dilengkapi kursi-kursi panjang. Pada angkringan itu telah tersedia aneka hidangan. Beberapa orang yang mulai berdatangan lalu mendekati angkringan itu. Mereka memesan dan menikmati hidangan yang tersaji. Sementara di dalam ruangan aula kelurahan terdengar alunan musik. Di antara mereka yang telah hadir menyumbangkan suaranya. Lantunan suara merdu mereka dengan iringan organ menyemarakan suasana sebelum acara sarasehan dimulai.

Sarasehan yang dikemas rileks dalam bentuk angkringan kebinekaan itu menjadi sarana mempertemukan warga dan tokoh masyarakat dengan berbagai latar belakang. Mereka yang hadir mewakili berbagai unsur seperti LPMK-Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, ketua RW, tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh agama, serta warga masyarakat lainnya. Mereka saling berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mengomunikasikan kepentingan. Sebuah pertemuan yang pada akhirnya turut merekatkan kembali persaudaraan dalam perbedaan yang melingkupinya.  /cdw/