Sampah elektronik potensial membahayakan kehidupan manusia dan lingkungan karena beberapa elemennya mengandung bahan-bahan beracun dan berbahaya. Oleh karenanya, upaya bijak mengelola sampah elektronik penting dilakukan untuk meminimalisir dampak-dampak buruk yang ditimbulkannya. Jumlah sampah elektronik kian bertambah seiring dengan meningkatnya pemakaian barang-barang elektronik. Barang elektronik yang sudah tidak dipakai lagi cenderung menjadi timbunan sampah elektronik. Smartphone, misalnya merupakan salah satu barang elektronik, yang jumlah pemakainya kian bertambah, bahkan merambah anak-anak. Acara Sobat Anak yang digelar pada Rabu, 13 April 2022 mengajak anak-anak untuk mengenal apa itu sampah elektronik, bahayanya bagi kehidupan, dan bagaimana sebaiknya mengelola sampah elektronik tersebut.
Penggunaan barang-barang elektronik semakin bertambah jumlahnya, bahkan anak-anak sekarang pun menjadi pemakai aktif barang elektronik. Kerapkali kita menjumpai anak-anak yang asyik dengan smartphonenya. Smartphone sudah kerap menjadi bagian dari kehidupan keseharian anak-anak. Di masa pandemi Covid -19 ketika sekolah memberlakukan pembelajaran berbasis daring, sebagian besar siswa menggunakan smartphone untuk menunjang kegiatan belajarnya. Demikian pula gaya hidup yang serba digital menjadikan kita sangat bergantung dengan berbagai barang elektronik. Kita menjadi sering membeli gadget versi terbaru agar lebih up to date. Akibatnya konsumsi barang elektronik terus bertambah dan barang elektronik lama yang tidak lagi digunakan menjadi sampah elektronik. (lihat :https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/apa-itu-e-waste/).
Sampah elektronik atau biasa dikenal juga dengan sebutan e-waste adalah limbah segala macam elektronik yang sudah tidak terpakai seperti TV, smartphone, AC, mesin cuci, kamera cctv, bohlam lampu, baterai dan masih banyak lagi. Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara penghasil sampah elektronik terbanyak pada tahun 2019. Hal ini antara lain karena Indonesia merupakan negara dengan populasi besar yang cenderung konsumtif masyarakatnya. (https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/6167d8389a3c3/indonesia-timbun-2-juta-ton-sampah-elektronik-sepanjang-tahun-ini).
Siang menjelang sore anak-anak dari berbagai komunitas yang tergabung dalam Sobat Anak berkumpul di Taman Cerdas, Blotongan Salatiga pada 13 April 2022 tersebut. Sekitar 40 anak dari berbagai komunitas, yang diantaranya memiliki perbedaan latar belakang agama, seperti Islam, Kristen, dan Budha, datang dan mengikuti acara ini. Mereka berasal dari berbagai komunitas anak, seperti : Taman Bacaan Masyarakat-Blotongan Salatiga, komunitas anak dari Tuntang, TBB dari Pondok Pesantren Edi Mancoro, komunitas anak dari Dusun Niten-Kenteng Kabupaten Semarang, Sobat Anak Percik, Sekolah Minggu GKJ TU, Sekolah Minggu Gereja Katolik Paulus Miki, komunitas anak Ahmadiyah, Sekolah Minggu Gereja Kristen Jawa Menara Kasih, Sekolah Minggu Gereja Kristen Jawa Salatiga Timur, TPA-Taman Pendidikan Alquran Dusun Padaan, dan SD Kutowinangun 01. Kali ini mereka belajar bersama tentang bahaya sampah elektronik.
Di rumah tempat tinggal anak-anak, banyak ditemukan barang-barang yang sudah tidak digunakan sehingga potensial menjadi sampah elektronik, seperti : kabel, bohlam lampu, baterai bekas, handphone rusak, lampu senter, dan masih banyak lagi. Mereka membawa barang-barang yang sudah tidak terpakai tersebut pada acara Sobat Anak kali ini dan menyumbangkannya sebagai sampah elektronik dengan memasukkannya ke dalam wadah yang telah disediakan panitia.
Barang-barang elektronik yang tidak digunakan lagi sebaiknya tidak dibuang sembarangan karena merupakan sampah elektronik yang mengandung limbah yang beracun dan berbahaya, seperti logam berat. Bahan beracun dan berbahaya (B3) merupakan bahan yang mengandung zat atau komponen yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Sebenarnya, limbah B3 seringkali ditemui di kehidupan kita sehari-hari. Namun karena ketidaktahuan, tanpa sadar kita memperlakukan jenis limbah ini sama seperti sampah biasa. Padahal, konsekuensi jangka panjangnya terhadap lingkungan dan kesehatan kita sangat berbahaya. Jika kita membuangnya secara sembarangan, bahan-bahan kimia yang berbahaya tersebut dapat mencemari tanah, air tanah, dan secara tidak langsung dapat masuk ke rantai makanan melalui tumbuhan yang dikonsumsi manusia. (lihat : https://arahenvironmental.com/apa-itu-limbah-b3-dan-jenis-jenis-limbah-b3-yang-sering-kita-abaikan/) Dengan dipandu oleh Kak Ambar dan Kak Kris anak-anak bermain dan menjalin keakraban. Keceriaan anak-anak sangat jelas tergambar di situ. Mereka juga tampak antusias menyimak bahasan bahaya sampah elektronik. Dalam sebuah simulasi terlihat air yang semula jernih kemudian menjadi keruh. Air yang keruh karena tercemar menjadi lingkungan yang tidak sehat bagi mahkluk hidup seperti ikan, misalnya. Sambil bermain, mereka juga belajar bersama untuk mengenal apa itu sampah elektronik, apa bahayanya bagi kehidupan, serta bagaimana sebaiknya memperlakukan sampah elektronik untuk mengurangi dampak buruknya bagi lingkungan. Barang-barang sampah elektronik semestinya tidak dibuang sembarangan karena mengandung bahan-bahan yang masih bisa digunakan, diolah kembali ataupun mengandung bahan beracun berbahaya. Memilah sampah elektronik dan menyalurkan ke tempat-tempat penampungan sampah elektronik menjadi salah satu cara untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkannya.
Belajar bersama tentang bahaya e-waste ini digagas dan diselenggarakan bareng oleh Sobat Anak (lintas iman anak), Sobat Muda (lintas iman Pemuda) dan Ijo Lumut (pegiat lingkungan). Sobat Muda-komunitas lintas iman pemuda menghidupi dan menghormati keberagaman. Mereka juga kerap melakuan kegiatan bersama untuk menghidupi toleransi. Penyelenggaraan acara belajar bersama tentang bahaya e-waste tersebut juga menjadi ruang bagi komunitas Sobat Muda untuk mengaktualisasikan diri, merawat persaudaraan lintas iman yang telah terbangun, serta menularkan semangat menghormati perbedaan kepada anak-anak. Ruangan perpustakaan-Taman Cerdas Blotongan yang menjadi tempat belajar tentang bahaya e-waste ini sekaligus juga menjadi ruang perjumpaan bagi anak-anak dengan berbeda latar belakang. Sebagian mereka sudah saling mengenal, namun terdapat beberapa diantara mereka yang baru mengikuti acara Sobat Anak. Melalui perjumpaan tersebut anak-anak bisa belajar dan menghormati perbedaan yang ditemuinya. Kegiatan yang diselenggarakan di Taman Cerdas Blotongan tersebut juga sebagai bentuk dukungan keberadaan ruang publik yang menjadi sarana edukasi bagi anak-anak Salatiga dan sekitarnya. Acara ini diakhiri dengan buka puasa bersama dan sholat maghrib bagi peserta muslim. Sekaligus sebagai cara bagi peserta non muslim untuk mengenal dan menghormati teman-teman muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. [dwi cdw]