Civil Society dan Demokratisasi

Proses demokratisasi di Indonesia yang telah berlangsung sejak tahun 1999 masih perlu dikembangkan, baik dari sisi prosedur maupun substansinya. Proses itu masih perlu perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan NGO. Untuk itu, Percik sebagai bagian dari warga bangsa masih cukup concern untuk meningkatkan kualitas demokratisasi di Indonesia, melalui program kepemiluan (pendidikan politik dan pemantauan pemilu/Pilkada), yang tergabung dalam konsorsium Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Selain itu, Percik mewakili JPPR turut serta berpartisipasi dalam misi Asia Network for Free Elections’ (ANFREL) mission to observe the General Elections di beberapa negara di Asia.

The MADANI Civil Society Support Initiative (Inisiatif Dukungan Masyarakat Sipil) berupaya meningkatkan kapasitas, legitimasi, dan keberlanjutan organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Madani adalah proyek USAID berdurasi lima tahun yang dilaksanakan oleh FHI 360, sebuah organisasi pembangunan nirlaba internasional. MADANI memperkuat akuntabilitas pemerintah dan toleransi sosial melalui bantuan teknis dan dukungan kepada organisasi masyarakat sipil (CSO). Madani bekerja di 32 kabupaten di enam provinsi berikut: Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. Posisi Percik dalam proyek MADANI adalah menjadi salah satu lembaga ahli yang berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan LSM di tingkat lokal. Percik telah menjadi jaringan Proyek MADANI sejak tahun 2019. Pada tahun 2020, Percik bekerja sama dengan Yayasan SATUNAMA dan Dewan LSM yang diminta oleh Fhi360 untuk menyelenggarakan Forum Pembelajaran bagi OMS di wilayah proyek MADANI. Pada tahun 2022, Percik memperpanjang Perjanjian Layanan Induk dengan Fhi360, yang berakhir pada bulan Februari 2024.

Percik telah mengembangkan gerakan lintas iman atara lain melalui Gerakan Lintas Iman Sobat. Evaluasi menyeluruh terhadap  gerakan interfaith belum pernah dilakukan.   Ada  indikasi yang menunjukkan adanya beberapa pengaruh positif terhadap kemungkinan menjadikan gerakan interfaith sebagai pendorong bagi pembentukan kekuatan civil society, munculnya jaringan, pemahaman yang baik di antara berbagai pihak, munculnya trust, dan hal positif lain di aras lokal.  Fenomena awal ini memberikan penguatan hipotesis bahwa isu multikulturalisme, plualisme, memang merupakan isu yang sangat dirindukan banyak pemangku kepentingan dalam merajut kebersamaan mengartikulasikan ruang publik yang dinamis. Elemen-elemen modal sosial seperti trust, jejaring, dan menegaskan nilai-nilai yang dianut bersama menjadi sebuah kebutuhan bersama yang perlu didorong lebih intens dikerjakan di masa depan.

Manajemen pengelolaan  gerakan Sobat yang tidak dilakukan secara modern tetapi didasarkan pada pertemanan yang membuahkan trust, sampai saat ini dirasakan dapat menjaga roh dari tiap gerakan interfaith yang dilakukan. Dan sekaligus menjaga relasi jaringan yang lebih baik dari pada sebuah lembaga di mana ada pusat dan bawahan, yang cenderung menyerahkan segala sesuatu pada pimpinan.

Dua lembaga, CRWRC dan Percik, meluncurkan DPKB pada 9 Desember 2003. Fokus DPKB adalah pembangunan masyarakat sipil di gereja. Fokus ini tertuju pada pembangunan kehidupan bergereja ke dalam, yaitu bagaimana anggota gereja menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka juga berusaha untuk mempertahankan kehidupan dan interaksi di luar gereja yang membangun masyarakat sipil dengan mempertimbangkan nilai-nilai seperti kesetaraan, partisipasi, transofrmasi, demokrasi, pluralitas, kesinambungan, dan pemberdayaan.