Pluralisme Masyarakat dan Budaya

Sedari mula (2002), Percik telah memberi perhatian kepada persoalan hubungan lintas iman, seperti upaya menjembatani kotak-kotak segregasi antar agama yang makin kuat. Berikut ini adalah beberapa program yang terkait dengan Bidang Pluralisme Masyarakat dan Budaya:

Gerakan ini telah berjalan lebih dari dua dekade, yakni sejak tahun 2002 hingga sekarang. Percik bersama dengan Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) memprakarsai sebuah forum sarasehan lintas iman, Sobat. Forum ini bertujuan untuk membangun citizen based organization  lintas agama di tingkat lokal yang mampu mencari penyelesaian bersama terhadap berbagai ketegangan dan konflik yang muncul dalam masyarakat. Salah satu prinsip yang dipakai adalah “local problems are solved by local people (local resources)”

Gerakan ini telah mengalami beberapa kali perubahan nama yang merupakan penyesuaian terhadap identitas forum ini. Dari Forum Sarasehan Ulama dan Pendeta (FSUP) yang hanya dihadiri oleh para ulama dan pendeta, kemudian berubah menjadi Forum Sarasehan Umat Beragama (FSUB) pada saat peserta forum meluas ke berbagai lingkungan agama yang ada di Indonesia dan yang hadir bukan hanya pendeta dan ulama. Nama ini pun kemudan segera berubah menjadi Forum Sarasehan Umat Beriman (FSUB) karena peserta yang ingin bergabung dengan gerakan ini tidak hanya dari lingkungan agama-agama yang diakui oleh pemerintah saja. Dari dinamika pergerakan lintas iman tersebut, pada akhirnya ditemukan dan dikukuhkan strategi dengan label ‘Sobat’. Nama ini dianggap mampu mengakomodasi esensi semiotika persahabatan lintas iman yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan (sukarela), tidak saling membenci, saling mempercayai, jujur dan tidak berburuk sangka. Dari pertemuan awal dengan 30 orang di Pesantren Edi Mancoro, Gerakan Sobat kini telah memiliki lebih dari 32 simpul lokal di Jawa Tengah dan Yogyakarta.  

Strategi pendekatan Sobat pada dasarnya berupaya untuk memperbaiki relasi hubungan lintas agama melalui penciptaan hubungan pertemanan (Sobat) yang bertujuan:

  • Menciptakan trust melalui mengenal liyan secara langsung—tidak lagi belajar Islam dari kacamata Kristen atau sebaliknya.
  • Memperbaiki relasi antar komunitas lintas iman yang masih dilandasi saling mencurigai
  • Membangun local network
  • Polling local resources untuk mendorong pemecahan masalah sosial lokal.

Kata Hawa: merupakan sebuah wadah yang mendorong bertumbuhnya emansipasi wanita lintas iman. Pada tahun 2004,  muncul gerakan SOBAT yang khusus untuk perempuan  dengan nama “Kata Hawa”. Gerakan ini muncul karena pada setiap kegiatan sarasehan SOBAT selalu didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam berbagai kegiatan, Kata Hawa telah mendiskusikan berbagai topik yang dekat dengan isu perempuan seperti, kewirausahaan perempuan, perempuan dan pelestarian lingkungan, kekerasan dalam rumah tangga.

Sobat Muda: merupakan sebuah wadah Sobat bagi kaum. Sejumlah kegiatan yang pernah dilakukan: diskusi-diskusi, “spiritual journey”, meditasi, dan acara-acara yang bertujuan untuk mempererat hubungan pertemanan dari para peserta yang berlatar belakang agama-agama yang berbeda. Kegiatan berkala yang dilakukan Sobat Muda adalah Live in Lintas Iman di dusun-dusun plural dimana para peserta muda dapat belajar langsung dari kearifan masyarakat yang majemuk dalam konteks agama dan mereka dapat hidup berdampingan dengan damai. 

Wacana Lintas Iman: merupakan sebuah wahana refleksi dan kerjasama teologi lintas iman.Para penggiat pada tujuh lembaga di Salatiga dan Kabupaten Semarang, sejak bulan September 2006 lalu telah bersepakat untuk menghimpun diri dalam satu Program Wacana Lintas Iman. Wacana Lintas Iman, pada mulanya, merupakan satu program yang diinisiasikan oleh Lembaga PERCIK dan kemudian menjadi ajang program bersama dari beberapa pihak, seperti: STAIN Salatiga, STAB (Sekolah Tinggi Agama Buddha) Syailendra, Sinode GKJTU, Fatayat NU Salatiga, PD Aisiyah Muhammadiyah Salatiga, PHDI dan Klenteng Salatiga merupakan bagian dari pihak-pihak yang telah mendukung secara terbuka program ini.

Sobat Anak: Mendorong toleransi dan kekayaan multikultural sejak usia Program Lintas Iman ini bertujuan untuk menumbuhkan toleransi pada anak yang berbeda latar belakang agama, suku, dan etis, sejak usia dini. Misi dari gerakan ini adalah memberi pengalaman kepada anak mengalami hidup damai dalam kepelbagaian. Metode yang digunakan oleh gerakan  ini adalah melalui bermain bersama, kunjungan, membuat hasta karya, kegiatan budaya, dan kegiatan lain yang sesuai dengan dunia anak.

Berteologi Lokal: Menghormati, Memberi Tempat, dan Perhatian kepada Proses Berteologi Lokal. Relasi gereja dengan lingkungan di luar dipengaruhi oleh teologinya. Selama ini, paham yang dianut di Jawa adalah Teologi Barat yang tidak sepenuhnya cocok dengan konteks kehidupan di Timur yang masyarakatnya sangat hete Ada sifat kolonialisme dari teologi Barat yang melekat di dalam teologi yang masuk ke Indonesia dan tidak punya cukup pengalaman dan pengenalan yang dalam terhadap agama-agama yang ada di sini. Mereka tidak cukup mengenal Islam atau agama suku, sehingga menimbulkan semacam resistensi. Ini menyebabkan gereja seolah menjadi benteng tertutup dalam melindungi teologi barat dan benteng tertutup bagi kemungkinan masuknya unsur lokal. Dengan Berteologi Lokal adalah semua bentuk atau jenis refleksi iman yang menggunakan sumber-sumber lokal dapat diberikan ruang untuk berdialektika.

Percik, dengan dukungan The Asia Foundation (TAF) Indonesia pada tahun 2018 hingga 2021, telah menyelenggarakan Program Inisiatif Counter Violent Extremism (CVE) pada komunitas berbasis kelurahan di Kota Surakarta (Solo). Program ini dilaksanakan di Kelurahan Mojo, Joyosuran, Semanggi, dan Sangkrah (Mojosemar) di Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Program ini memfasilitasi kelompok moderat dari berbagai kalangan di daerah yang dianggap sebagai basis kelompok ekstremis berkekerasan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam mengidentifikasi dan merespons bahaya intoleransi, radikalisme, dan kekerasan ekstremisme berbasis agama.

Selain itu, Percik mengajak mereka melakukan kerja kontra-narasi untuk membangun perdamaian melalui diskusi publik, dialog antar aktor, perkemahan pemuda lintas agama, festival toleransi, pelatihan jurnalisme perdamaian di kalangan pemuda dan pelajar, serta kampanye perdamaian di kalangan anak-anak.

Promosi dan pengembangan COP bukan merupakan tanggung jawab institusi kepolisian, tapi juga stakeholder lainnya, seperti masyarakat, kelompok keagamaan dan pemerintah (pusat s/d kelurahan). Selain kemitraan, salah satu tujuan COP yaitu mendorong pelayanan pemerintah yang lebih prima di sector keamanan. Pada fase awal, Percik bersama Polres Salatiga mendorong Pemerintah Kota Salatiga untuk memberikan dukungan atas pelaksanaan program COP  di Kota Salatiga. Pemkot Salatiga merespon secara positif dan mendukung pelaksanaan Program COP  di Kota Salatiga, baik berupa sarana dan prasara maupun stimulasi anggaran untuk kegiatan para penggiat Polmas.

Pada fase selanjutnya, Percik bekerjasama dengan Polda Jateng dan Pemprov. Jateng, mendorong seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota dan seluruh Polres di Jateng agar membangun kerjasama dalam pelaksanaan Program COP  di wilayah kerjanya masing-masing. Saat ini, Polda dan Pemprov Jateng sedang mengembangkan Memorandum of Understanding (MOU) mengenai pelaksanaan Polmas di Jateng.

Percik juga bekerjasama dengan Polda Jateng, Polres Salatiga, Polres Magelang, Polres Semarang, Tokoh dan Lemabaga Keagamaan, Masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk memperomosikan nilai-nilai pluralisme di tengah  masyarakat. Dukungan Polda Jateng atas program ini disampaikan oleh mantan Kapolda Jateng Irjen. Alex Bambang Riatmodjo ketika menjadi keynote speaker dalam Sarasehan Tokoh Lintas Agama, dengan tema: “Mendorong Kemitraan antara Polri, Toma dan Tokoh Lintas Agama dalam Polmas guna Mewujudkan Keamanan serta Menumbuhkan Sikap Toleransi Kehidupan Beragama”.

Percik menyadari bahwa konflik keagamaan tidak bisa ditangani oleh institusi Polri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak. Untuk itu, Percik juga mendorong kerjasama berbagai komponen seperti pemerintah, tokoh dan lembaga keagamaan, tokoh masyarakat, LSM, Penggiat Polmas dan perguruan tinggi. Ada pula kegiatan  seperti semiloka tentang “Mengembangkan Pengelolaan Keamanan yang Damai dalam Masyarakat Multikultural”, Perempuan Dalam Perspektif Keamanan dan Kebebasan Beragama di Tingkat Lokal”, termasuk pelatihan bagi anggota polisi dalam penanganan konflik keagamaan.

Percik memandang bahwa pengembangan COP  dikaitkan dengan kebebasan beragama dilatarbelakangi oleh masih adanya problem serius dalam kaitan dengan kehidupan keagamaan di Indonesia yang masih diwarnai oleh tindak kekerasan. Padahal UUD 45 telah memberikan jaminan mengenai kebebasan dalam memeluk agama dan kepercayaan setiap warga negara.  Karena itu perlu upaya untuk mensinergikan berbagai komponen tadi mendorong pelaksanaan kebebasan memeluk agama dan kepercayaan setiap warga negara, serta mencegah radikalisasi keagamaan di tengah-tengah masyarakat.

Sejak tahun 2013-2018, Lembaga Percik dengan dukungan The Asia Foundation Jakarta telah melaksanakan Program PROSPECT, yaitu sebuah program tentang Penguatan Perlindungan dan Penghormatan bagi Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia di Indonesia (Enhancing the Protection and Respect for Religious Freedom and Human Rights in Indonesia).

Program ini bertujuan untuk : (a) Meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil untuk melakukan advokasi, dan memberikan bantuan terhadap aktor-aktor dari pemerintah dan masyarakat sipil tentang praktek serta asas kebebasan beragama dan perlindungan kelompok minoritas; dan (b)Memperkuat mekanisme (baik negara maupun non-negara) untuk melindungi pembela hak asasi manusia.  Subyek dari program ini meliputi aktorkelompok masyarakat sipil, media, pemerintah lokal, institusi hukum (Kepolisian), dan institusi negara terkait bidang kehidupan keagamaan.

Implementasi program ini dilakukan melalui kerjasama Percik dengan institusi negara dan masyarakat sipil di sejumlah daerah, dengan tiga jenis kegiatan utama yaitu:

  • Studi Pemetaan Potensi Konflik dan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Tengah (Studi kasus di Kabupaten Sragen, Boyolali, Semarang, Temanggung, Jepara, Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan, Purworejo, dan Banyumas)
  • Membangun pendekatan dan penguatan kepada jaringan moderat (aktor keagamaan dan non-keagamaan) dan para pengambil kebijakan (pemda, polres, institusi hukum lainnya) melalui pertemuan informal bersama.
  • Seri Kegiatan Forum Belajar (FBB)