Setiap wilayah mendapati caranya dalam mengelola kemajemukan di daerahnya. Hal ini terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik pada tanggal 2 Mei 2019. Kegiatan ini bertempat di Hotel Aziza dengan mengundang berbagai pihak di lingkungan Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Hadir dalam kegiatan ini sejumlah pihak dari unsur kepolisian, organisasi masyarakat sipil, aparat pemerintah, dan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama di tiga kelurahan yaitu Semanggi, Sangkrah, dan Joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Para peserta diskusi membagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam pengelolaan kemajemukan. Dari diskusi pagi hingga siang hari itu ditemukan sejumlah inisiatif lokal yang telah dilakukan di tiga kelurahan dalam upaya merawat kemajemukan.
Di Kelurahan Joyosuran misalnya, Forgajos – Forum Pengajian Joyosuran – merupakan forum pengajian yang dinilai efektif dalam menyatukan umat muslim. Namun yang perlu diwaspadai adalah ketika momen-momen seperti pemilu atau pilkada yang hendak memanfaatkan forum ini. Sebab forum seperti Forgajos ini terkadang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menggali dukungan salah satu calon. Jika hal demikian terjadi akan berdampak memunculkan perpecahan. “Masyarakat yang sudah baik dan sudah menyatu menjadi kembali terbelah,” ungkap Suwarno-Lurah Joyosuran.
Sementara itu, di Kelurahan Semanggi pegiat seni di sana mengajarkan anak-anak muda kesenian hadroh. Hadroh adalah kesenian rebana yang mengakar pada kebudayaan Islam sebagai kegiatan syiar lewat syair. Aktivitas bermain hadroh ini untuk mendorong anak-anak muda memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif. Selain itu dalam seni batik, masyarakat Semanggi – Mojo mengangkat Rojomolo sebagai seni batik lokal yang khas dari wilayah tersebut.
Salah satu tantangan dalam masyarakat yang majemuk adalah timbulnya perselisihan antar warga. Sentimen keagamaan bisa menjadi pemicu timbulnya perpecahan di masyarakat. Nila, yang pernah berprogram di wilayah Joyosuran, mengatakan program-program dalam bidang kesehatan dan ekonomi kala itu turut menyatukan masyarakat yang sempat terbelah karena sentimen keagamaan.
Sebagai wilayah yang terbuka sangat memungkinkan masuknya para pendatang. Menyadari sebagai kelurahan yang wilayahnya banyak pendatang, LPMK-Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Sangkrah, turut memantau keberadaan orang-orang termasuk aktivitasnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman warga. Selain itu, diakui bahwa berbagai program pemerintah yang dilakukan di Kelurahan Sangkrah telah turut menurunkan tingkat kriminalitas di wilayah ini. Demikian menurut Adi, salah seorang anggota LPMK Sangkrah.
Pemerintah dalam hal ini kepolisian juga telah mengupayakan berbagai kegiatan untuk mendukung keamanan di masyarakat. Sosialisasi program bidang keamanan telah dilakukan. Misalnya penanganan kamtibmas yang melibatkan unsur kepolisian dan masyarakat. Kegiatan ini turut menurunkan tingkat kriminalitas di wilayah.
Fuad, seorang yang berpengalaman menjalankan program-program di wilayah Surakarta mengungkapkan demikian. Tipikal masyarakat yang senang berkumpul, hidup guyub, dan suka gotong royong menjadi kekuatan dalam mengelola kemajemukan. Hajatan warga, forum pengajian, kegiatan kesenian menjadi sarana untuk mempertemukan orang. Demikian juga tempat-tempat seperti poskamling, kedai angkringan tidak pernah sepi dikunjungi orang. Warga masyarakat yang gemar berkumpul ini menjadi sumber kekuatan dalam merawat dan mengelola kemajemukan. Hingga pada akhirnya memunculkan inisiatif-inisiatif lokal yang dikembangkan masyarakat setempat dalam mengelola kemajemukan.
Forum diskusi ini telah memperkaya temuan Yayasan Percik tentang praktik pengelolaan kemajemukan di tingkat lokal. Forum tersebut juga menjadi sarana mempererat silaturahmi dari berbagai kalangan masyarakat. /cdw/