Mendahulukan Cara-cara Damai untuk Penyelesaian Masalah Lokal

Sekira pukul tiga sore pada 21 Agustus 2019, pendopo Kelurahan Sangkrah telah ditata rapi dengan kursi melingkar. Cuaca yang masih agak panas tidak menyurutkan niat sekitar 25 orang peserta yang terdiri dari pemerintah kelurahan, RW/RT, organisasi perempuan, pemuda, dan organisasi masyarakat sipil di Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakartan datang ke pendopo.

Setelah doa dipanjatkan menurut agama dan keyakinan masing-masing, lagu Indonesia Raya pun dilantunkan bersama untuk memulai sarasehan tentang Merawat Kebhinnekaan di Kelurahan Sangkrah.

Lurah Sangkrah, Eka Budi Mulyana membuka sarasehan yang merupakan kerja bersama Pemerintah Kelurahan Sangkrah dan Lembaga Percik Salatiga. Dia mendorong setiap peserta mengungkapkan berbagai pengalamannya selama tinggal di Kelurahan Sangkrah dalam konteks kebhinnekaan.

“Dengan kemajuan jaman dan urbanisasi, telah terjadi perubahan di Sangkrah. Dahulu, wilayah tertentu di Sangkrah adalah wilayah ‘hitam’. Tetapi kini, dengan solidaritas yang tinggi dalam kemajemukan, Sangkrah sering disebut sebagai ‘Sanggarnya Kreatif dan Terarah’, bahkan pernah memenangkan lomba pemberdayaan masyarakat pada tahun 2006.” Ujar seorang warga yang telah tinggal di kelurahan ini selama 52 tahun.

Ada masa dimana cara kekerasan memang dipakai untuk menghadapi tantangan Kambtibmas di Kelurahan ini. Seorang warga menuturkan bahwa dulu sebagian warga Sangkrah marak mengkonsumsi minuman keras. Upaya untuk mengubah itu antara lain takmir sebuah masjid harus meminta kepada para laskar umat Islam untuk mengambil jalan kekerasan sehingga beberapa anak muda tidak mengkonsumsi minuman keras lagi.

Kini, ada kegairahan yang luar biasa dari masyarakat Kelurahan Sangkrah untuk menyelesaikan masalah-masalah lokal dengan cara damai. Lima tahun terakhir ini misalnya, cara damai dilakukan dengan melibatkan forum warga yang ada antara lain Forum Kerukunan Polisi dan Masyarakat (FKPM).

Seorang warga menuturkan Penanganan kasus sudah banyak yang dilakukan. Laskar dengan pemabuk memang menjadi intinya. Kami mengumpulkan mereka di Masjid Nur Sholeh. Laskar tidak punya hak menghakimi. Pemabuk juga sebaiknya bertobat. Sekarang yang mabuk sudah banyak yang berkurang.

Sarasehan ini antara lain menyimpulkan bahwa cara kekerasan dulu dilakukan karena dipandang cepat mengatasi persoalan, namun juga ada pihak yang menolak karena menimbulkan persoalan psikologis warga. Oleh sebab itu cara-cara damai sudah seharusnya diutamakan dalam penyelesaian masalah lokal di Kelurahan Sangkrah. (Amb)

Tentang Penulis

Berita lainnya