Dampak perubahan iklim semakin nyata dan menimbulkan ancaman serius, terutama bagi masyarakat pesisir dan kepulauan. Kunjungan delegasi Indonesia ke Filipina pada 15-23 Februari 2025 memberikan kesempatan bagi para peserta untuk bertukar pengalaman dan pembelajaran dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh komunitas pesisir di Semarang-Demak, Indonesia, dan Kepulauan Nocnocan, Filipina.
Kunjungan ini merupakan bagian dari proyek Research and Advocacy for Climate Policy and Action (RACPA), sebuah proyek lima tahun yang dijalankan oleh Jesuit Refugee Service Asia Pacific (JRSAP) dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui Caritas Australia, serta diimplementasikan oleh Environmental Science for Social Change (ESSC) di Nocnocan Island, Talibon, Bohol, Filipina, dan oleh Percik Institute di Tambakrejo, Semarang, dan Wonoagung, Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan iklim masyarakat pesisir dan kepulauan melalui penelitian aksi partisipatif yang akan mendukung pemberdayaan komunitas serta advokasi kebijakan untuk aksi iklim global.
Delegasi Indonesia dalam kunjungan ini terdiri dari 10 orang, yang mewakili berbagai latar belakang dan sektor. Dua peserta berasal dari masyarakat Wonoagung-Demak, dua peserta dari masyarakat Tambakrejo-Semarang, satu peserta dari Bappeda Kota Semarang, satu peserta dari Bapperida Kabupaten Demak, satu peserta dari unsur tokoh agama, serta tiga peserta dari lembaga Percik.
Keberagaman latar belakang delegasi ini memungkinkan pertukaran pengalaman yang lebih kaya, baik dalam perspektif komunitas, kebijakan pemerintah, maupun pendekatan akademis dan advokasi lingkungan. Lebih dari itu, keberagaman ini juga membuka peluang bagi penguatan relasi antara masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan program ke depan.
Dalam konteks tersebut, kunjungan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, untuk menjadi platform bagi komunitas yang terkena dampak perubahan iklim di dua negara kepulauan yang dianggap paling rentan terhadap iklim, agar dapat berbagi pengalaman, praktik baik, dan pelajaran yang dapat diterapkan atau diadaptasi, sehingga meningkatkan kapasitas adaptasi iklim mereka. Kedua, untuk membantu membangun kapasitas dan kepercayaan perwakilan komunitas dalam menceritakan kisah mereka dan terlibat dengan aktor lainnya di tingkat internasional. Ketiga, untuk mendorong solidaritas akar rumput di antara komunitas agar mereka dapat berperan aktif dalam advokasi di tingkat regional.
Dengan hadirnya perwakilan dari komunitas dan pemangku kebijakan dalam satu perjalanan, terjadi dialog yang lebih intensif dan mendalam tentang strategi adaptasi perubahan iklim yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Selengkapnya klik link: Panagtagbo Binayloav