Women Interfaith Talk: Perempuan Meneguhkan Kebhinekaan

Kata Hawa adalah forum perempuan lintas iman yang memberi perhatian kepada permasalahan dan pergumulan yang dialami oleh perempuan dalam berbagai segi kehidupan, baik di lingkungan rumah, komunitas maupun masyarakat luas. Kata Hawa hadir sebagai wadah untuk menampung berbagai cerita tentang perempuan.

Diskusi Kata Hawa kali ini diadakan di Universitas Negeri Surakarta (UNS) pada hari Sabtu, 23 November 2019 yang berbicara tentang “Perempuan Meneguhkan Kebhinekaan”. Kegiatan ini merupakan kerja bersama Pusat Studi Pengamalan Pancasila UNS, SPEK-HAM Surakarta, Gerakan Cinta Merah Putih, dan Lembaga Percik Salatiga.

Dalam konteks Kebhinnekaan, Prof. Hermanu Joebagio, Kepala Pusat Studi Pengamalan Pancasila UNS berpendapat bahwa Pancasila menjadi titik temu yang mempersatukan etnis  dan budaya. Pancasila juga menjadi sebuah titik tumpu antara kemanusiaan dan kesatuan.

Menurutnya, titik tumpu itu bisa ditemukan oleh kaum perempuan untuk mencapai tujuan kemanusiaan. Women Interfaith Talk bisa menjadi upaya membangun kesadaran religius. Tuhan bukanlah Tuhan yang statis melainkan yang dinamis. Sejarah dinamika manusia bertuhan tidaklah berhenti hari ini ataupun besok. Dinamika bertuhan dicerminkan di dalam dinamika iman umat manusia, dan kebenaran yang dijanjikan Tuhan tidak dapat dipandang milik sekelompok orang, tetapi sebagai usaha pencarian dan penafsiran baru secara terus menerus.

Sementara, Pdt. Nani Minarni dari Sinode GKJ berpandangan bahwa perempuan meneguhkan kebhinekaan Indonesia dapat dilakukan melalui laku spritualitas secara personal. Komitmen perempuan untuk menghidupi kebhinnekaan dan ke-Indonesia-an dapat dilakukan dengan memelihara kemajemukan baik secara personal maupun institusional. Tanggungjawab bersama sebagai warga bangsa bisa diwujudkan dengan prinsip melakukan sinergi diantara personal (sebagai aktivis), lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, maupun lembaga-lembaga lainnya.

Pembicara yang lain, Josien Folbert, seorang pendeta sekaligus peneliti yang berasal dari Belanda mengutarakan pengalamannya dalam kehidupan yang bhinneka di negara Belanda. Dalam hal keagamaan, memang ada perbedaan antara Belanda dan Indonesia. Salah satu perbedaannya adalah Pemerintah Belanda tidak mengatur urusan keagamaan warganya, sedangkan di Indonesia persoalan keagamaan diatur dalam undang-undang. Hal ini tentu berpengaruh pada pengelolaan kehidupan yang bhinneka di kedua negara. Terkait peran perempuan, perempuan perlu memiliki spiritualitas dan keterbukaan untuk bisa meneguhkan kebhinnekaan. Untuk itulah, perempuan perlu aktif secara spiritual dan terbuka dalam kesehariannya dan bidangnya masing-masing.

Dari berbagai cerita perempuan yang telah diperdengarkan dalam diskusi Kata Hawa ini, keterbukaan dan kebhinekaan dapat dilihat dari laku spritualitas kaum perempuan. Walaupun berbeda, namun perbedaan itu menjadi ruang belajar bagi perempuan sebagai kekuatan dalam membangun kedamaian dan menghadirkan kebersamaan yang baik. Perempuan meneguhkan kebhinekaan juga dapat dilakukan melalui dialog lintas iman sebagai jalan menuju hidup yang memotivasi secara spritualitas. Sebagai perempuan yang bijak, perempuan tahu apa itu yang baik, apa yang adil dan apa yang mulia. Bhinneka itu harus dipandang sebagaimana buket bunga yang berwarna-warni, berasal dari bunga dan aroma yang berbeda namun dapat bersatu dan menghasilkan suatu keindahan. Semakin banyak bunga yang disatukan, akan semakin banyak pula persatuan dan kedamaian yang dapat dihadirkan.

(Dilaporkan oleh Roi Fitri Simarmata dan Togi Sarmauli Siahaan, Mahasiswa Sekolah Tinggi Bibelrvrouw, Sumatera Utara)

Tentang Penulis

Berita lainnya