Jumat (23/11) pukul 13.00 WIB satu persatu peserta live in(tinggal) bersama yang diadakan oleh forum lintas iman Sobat Muda mulai datang di Kampoeng Percik, Salatiga. Mereka adalah 40 muda-mudi dari beragam kepercayaan, yakni Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, dan Buddha. Setelah melakukan registrasi, peserta diajak masuk ke mobiluntuk persiapan pemberangkatan.
Selain berangkat bersama rekan-rekan panitia dari Kampoeng Percik, ada juga beberapa pesertayangdatang langsung ke lokasi live indi Dusun Niten, Desa Kenteng, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Dusun Niten ini disebut ‘Dusun Harmonis’ oleh panitia, karena antara lain masyarakatnya hidup berdampingan dengan harmonis dalam tiga kepercayaanyaitu Islam, Kristen, dan Buddha. Tempat-tempat ibadah, masjid, musholla, gereja, dan vihara ada di dusun ini sebagai tempat masyarakat bersembahyang dan bersosialisasi. Peserta tinggal di dusun ini selama tiga hari (23-25 November 2018) dengan harapan agar mereka bisa belajar langsung tentang toleransi dan perdamaian dari kehidupan sehari-hari dan kearifan masyarakat lokal Dusun Niten.
Sesampainya di lokasi, semua peserta berkumpul di rumah Kepala Dusun, Suwanto.Beliau menyambut peserta satu persatu kemudian menyampaikan kata sambutannya. Menurutnya, peserta akan tinggal di 10 rumah warga yang selama kegiatan ini akan menjadi ‘induk semang’ atau orang tua asuh para peserta. Setiap rumah akan dihuni oleh 4 orang peserta yang terdiri dari bermacam-macam agama sehingga mereka bisa saling mengenal dan belajar bersama.
Setelah jam shalat Ashar masing-masing peserta diminta untuk memperkenalkan diri danharus mengingat nama-nama peserta lain sesuai urutan dalam formasi lingkaran. Perkenalan dilanjutkan dengansarasehan dimana tiap individu berbagi dan menceritakan pengalaman pahit manis dalam berinteraksi dengan umat berbeda keyakinan.
Seorang peserta Buddhis menceritakan pengalaman pahit dan manisnya-nya, “Dulu saya itu sering saling ejek dengan teman sayakarena dia mulai duluan. Saya Buddha dia sering memanggil ‘Bud bud’. Kawan saya Muslim kemudian saya ganti panggil balik ‘Mus Mus’. Tapi saya juga mempunyai pengalaman menyenangkan ketika di tempat tinggal saya bisa hidup bekerjasama meskipun berbeda–beda agamanya.”
Ada juga peserta Kristen yang berbagi, “Di tempat kerja pernah ada kejadian. Saat itu saya sedang makan babi kuah, kemudian seorang teman saya yang Muslim tanya ‘kamu makan apa?’. Saya jawab jujur ini daging babi. Lalu sikap dia kepada saya agak berubah. Dan semenjak itu memandang saya yang seakan saya menjadi haram. Sementara itu, pengalaman menyenangkan saya antara lain waktu kecil saya tinggal di lingkungan Muslim. Dan ketika sore, biasanya teman-teman mengajak belajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Saya juga mendapat permen dari guru ngajinya.”
Dalam refleksi bersama sarasehan berbagi itu, seorang peserta menyimpulkan bahwa sebenarnya bukan agama yang tidak baik, tetapi tergantung manusianya yang bersikap, apakah dia menjalankan agamanya dengan baik atau tidak.
Peningkatan Wawasan Multikultural
Awal malam itu setelah rehat sejenak di rumah induk semang, peserta mengikuti sarasehan peningkatan wawasan multikultur melalui belajar bersama interaktif antar iman. Hadir sebagai narasumber adalahGus Muhammad Hanief, M.Hum pimpinan Pondok Pesantren Edi MancoroGedangan dan Dr. Hasto Bramantyo, dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra. Gus Hanief menjelaskan tentang sejarah gerakan lintas iman Sobat, yang diprakarsai oleh Pesantren Edi Mancoro, Sinode GKJ, dan Percik Salatiga; yang merupakan cikal bakal dari gerakan lintas iman Sobat Muda.
Dalam tauziyah-nya, Gus Hanief antara lain menyampaikan bahwa manusia diciptakan berbeda untuk saling mengenal, saling menghiasi dunia. Meskipun berbeda harus menghargai satu sama lain. Menurutnya, tantangan membangun kerukunan adalah belajar saling mengerti dan memahami. Pemuda lintas iman diharapkan menjaga moralitas bangsa dengan menjaga kerukunan. Dia menegaskan bahwa memiliki tujuan sama tidak perlu harus sama atau tidak boleh berbeda. Selalu ada perbedaan, bahkan dalam persamaan. Kita akan kaya dalam pengetahuan tanpa harus sama, kita bisa belajar dari yang berbeda.
Sementara itu, Dr. Hasto Bramantyo menyampaikan bahwa manusia yang termulia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Sehingga meskipun manusia berbeda, saling berusaha melakukan yang terbaik. Semua agama mengajarkan tentang kasih dan mengasihi manusia. Selain itu penting untuk belajarberlapang dada menerima dan kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Sarasehan malam itu tidak hanya diikuti oleh para peserta live in, tetapi perangkat dusun, tokoh agama setempat, dan pemuda karang taruna yang turut hadir. Mereka bahkan ikut serta dalam diskusi dan tanya jawab. Setelah sarasehan selesai, masyarakat juga meluangkan waktu untuk nonton bareng (nobar) film Invictus, sebuah film berlatar Afrika Selatan yang mengangkat isu rekonsiliasi antar ras di negara itu.
Dialog Lintas Iman, Kunjungi Tiga Tempat Ibadah
Berbeda dengan kegiatan hari sebelumnya dimana peserta difokuskan pada sarasehan, kali ini mereka akan diajak mengunjungi tiga tempat ibadah. Kunjungan pertama dilakukan ke masjid, peserta akan belajar bersama tentang Islam. Pada sesi tanya jawab peserta diberi kesempatan untuk bertanya dan melakukan dialog.
Ketika jam sholat dzuhur tiba bagi peserta yang beragama muslim mempersiapkan diri untuk mengikuti sholat berjamaah. Setelah istirahat dan foto bersama peserta dipersilakan pulang ke Rumah induk semang untuk beraktivitas kembali membantu dan belajar bersama orang tua asuh. Tidak lupa panitia juga berpesan agar menyiapkan alat-alat kebersihan seperti sapu, lap pel, kemoceng,dan lain-lain karena di sore hari nanti akan ada kerja bakti di tempat-tempat ibadah.
Malam hari kunjungan dilakukan di Vihara Karuna Pala dimana semua peserta akan belajar bersama tentang Buddhisme. Sebelum dilakukan dialog Puja Bhakti (peribadatan) bagi umat Buddha dilaksanakan, maka peserta menunggu di teras dan halaman viharasampai peribadatan selesai. Usai peribadatan, peserta live in dipersilakan masuk kedalam dan saling berkenalan. Kemudian dilanjutkan dialog peserta diberi kesempatan bertanya tentang Buddhisme, acara dipandu oleh Kustiani selaku moderator dan pertanyaan banyak dijawab oleh Prihatiningsih. Pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti ‘mengapa patung Buddha bentuknya berbeda-beda?, bagaimana konsep kehidupan setelah kematian menurut Buddhisme?’ dilontarkan oleh para peserta.
Sebelum dialog malam ditutup, Kustiani turut menambahkan beberapa penjelasan terkait Budhisme. Ia juga menyampaikan bagi kawan-kawan yang ingin melihat prosesi pernikahan Buddhis bisahadir menyaksikan langsung. Minggu (25/11) ada pasangan yang akan melangsungkan pernikahan jika ingin melihat bisa datang pukul 07.00 WIB. Momen ini bisa disaksikan langsung sebagai pengalaman bagi kawan-kawan live in lintas iman. Prosesi akan berlangsung di vihara yang berbeda di dusun itu, namun masih dalam satu desa.
Pembelajaran terakhir berlangsung pada hari Minggu, peserta akan belajar bersama tentang Kekristenan. Hampir sama ketika melakukan kunjungan ke vihara peserta mengamati peribadatan umat kristiani, mulai dari berdoa, menyanyikan lagu rohani, dan khotbah. Peribadatan tidak dilakukan gereja karena sedang dalam proses pembangunan, namun ibadah tetap dilakukan di kediaman salah satu jemaat. Kegiatan dialog ditutup oleh Yohanes Gilimanto mewakili rekan-rekan panitia dan peserta lalu dilanjutkan dengan foto bersama sekaligus berpamitan.
Tiga hari lamanya teman-teman live in lintas iman berkumpul, berbagi, dan belajar bersama baik bertukar cerita antara satu dengan yang lain maupun masyarakat sekitar. Sebelum berpamitan dan kembali ke rumah masing-masing peserta berkumpul kembali di kediaman Suwanto, ada beberapa hal yang dilakukan salah satunya refleksi bersama. Perwakilan dari tiap kelompok diminta untuk menyampaikan pesan kesan selama mengikuti live in. Setelah itu ditutup oleh sambutan dari Suwanto selaku kepala dusun dan perwakilan dari Percik diwakili oleh Singgih Nugroho.
Tidak lupa orang tua asuh dari rumah induk semang juga dihadirkan dalam penutupan kegiatan live in lintas iman. Semua berpamitan dan ada penyerahan kenang-kenangan untuk orang tua asuh dan kadus. Setelah itu semua pihak dikumpulkan untuk foto bersama sambil meneriakkan ‘Sobat Muda Nusantara! Beda Itu Indah’. (Endang Dwijayanti)