Di sebuah rumah joglo di Kampoeng Percik Salatiga, senyum menghiasi wajah para peserta. Workshop telah selesai mereka lakukan selama dua hari, pada tanggal 6 dan 13 Oktober 2018. Namun, pada hari kedua purna kegiatan itu sebagian dari mereka masih tampak enggan meninggalkan lokasi. Para peserta masih saling berbincang, berjabat tangan, lalu sebagian berfoto bersama. Mereka adalah para pegiat gerakan lintas iman Sobat Muda di Salatiga dan sekitarnya yang baru saja selesai belajar menyusun kurikulum pendidikan perdamaian untuk pemudamelalui sebuah workshop.
Selain tersusunnya kurikulum pendidikan perdamaian, kegiatan itudiharapkan bisa mendorong bangkitnya kesadaran para pemuda agar ikut berkiprah dalam menciptakan perdamaian sekaligus mendorong terbangunnya jejaring kader perdamaian di Indonesia. Workshop ini difasilitasi oleh Lembaga Perdamaian Lintas Agama dan Golongan (LPLAG) Surakarta bekerjasama dengan Lembaga Percik Salatiga, yang merupakan kelanjutan dari workshop tentang transformasi konflik yang diselenggarakan selama dua hari pada bulan Februari 2018 yang lalu.
Zon Vanel, dosen di Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana dan Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra, sebagai narasumber workshop mengatakan bahwa kurikulum perdamaian yang disusun ini disesuaikan dengan kebutuhan komunitas atau organisasi yang bersangkutan. Dia memberikan pengetahuan konseptual tentang kurikulum sampai dengan bagaimana praktek membuat sebuah kurikulum. Narasumber pun mendorong para peserta untuk membuat pelatihan yang sama di komunitasnya masing-masing.
Sebagian peserta mengaku bahwa ini adalah pengalaman pertamanya mendapat pengetahuan tentang penyusunan sebuah kurikulum pendidikan. Sebagian peserta yang lain berpendapat bahwa kurikulum ini perlu disesuaikan dengan metode pendidikan perdamaian yang selama ini telah dilakukan komunitas yang bersangkutan. Dalam focus group discussion, salah satu kelompok yang terdiri dari Zein (IAIN Salatiga), Hanif (Jamaah Ahmadiyah), dan Nuraini (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia),misalnya membuat dan mempresentasikan draf kurikulum pendidikan yang menekankan pada pengetahuan arif lokal tentang toleransi dan perdamaian yang menggunakan metode live in (tinggal) bersama di dusun atau desa majemukyang selama ini telah dilakukan oleh Sobat Muda.
Kegiatan telah selesai, namun para peserta dan fasilitator berharap ada tindak lanjut yang bisa dilakukan bersama. Draf kurikulum yang telah disusun oleh para peserta akan dimatangkan kembali untuk menjadi kurikulum final guna mendukung kerja-kerja perdamaian. (Ima dan Ambar)