Mengenal Sejarah Kota Salatiga bersama Edy Supangkat

Sobat Anak sebagai sebuah gerakan lintas iman anak kembali menyelenggarakan kegiatan untuk memfasilitasi perjumpaan anak-anak yang berbeda latar belakang agama dan keyakinan. Sebanyak 82 anak hadir dalam acara ini yang diselenggarakan pada Minggu 8 September 2019. Mereka berasal dari komunitas muslim Dusun Padaan, komunitas Katolik dari Gereja Katolik Paulus Miki dan Gereja Katolik Kristus Raja, komunitas Kristen Gereja Menara Kasih, komunitas muslim Ahmadiyah, komunitas Dusun Niten, komunitas Kampoeng Percik, sekolah Talenta, dan komunitas Kristen GPIB Tamansari.  Perjumpaan ini adalah untuk bermain, belajar, dan menjalin persaudaraan di kalangan mereka. Acara yang digelar di Kampoeng Percik, Salatiga kali ini bertemakan mengenal Sejarah Kota Salatiga. Pada kesempatan ini Sobat Anak menghadirkan Edy Supangkat, seorang penulis dan pemerhati sejarah Kota Salatiga.

Kota Salatiga dulunya dikenal sebagai daerah penghasil kopi. Daerah-daerah di sekitar Roncali hingga Blotongan menjadi wilayah kebun kopi. Selain itu Salatiga juga menjadi basis militer pasukan Belanda. Salatiga yang menjadi kota terindah di Jawa Tengah dan berhawa sejuk menjadi pilihan favorit sebagai tempat tinggal bagi bangsa kulit putih Hindia Belanda, termasuk pengusaha kaya Tionghoa pada masa itu. Istana DJoeng Eng – yang kini menjadi Rumah Khalwat Roncalli – dulunya merupakan rumah kediaman Kwik Djoeng Eng, pengusaha kaya Tionghoa. Sarana transportasi masih sangat terbatas. Bus ESTO menjadi sarana transportasi yang sangat terkenal kala itu. Hotel Kalitaman yang dibangun oleh saudagar kopi kala itu menjadi saksi sejarah tentang hadirnya  orang-orang kaya dan penguasa Belanda ke Kota Salatiga.

Anak-anak mendengar dan menyimak cerita dari Pak Edy Supangkat tentang Sejarah Kota Salatiga. “Di daerah mana saja yang banyak kebun kopinya ?” tanya Gladly. Seorang peserta perempuan bertanya, “Bangsa apa saja yang pernah datang ke Salatiga?“ Lalu, seorang peserta yang lain juga bertanya “Bagaimana bis jaman itu?” Pak Edy menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Meski peristiwa yang diceritakan terjadi sudah sangat lampau, jauh sebelum mereka lahir, namun tayangan foto-foto yang ditampilkan Pak Edy memberikan gambaran suasana Kota Salatiga tempo dulu.

Selain mengenal sejarah Kota Salatiga, anak-anak itu juga berkesempatan untuk mengenal teman-teman baru dari berbagai komunitas bahkan yang berbeda agama dan keyakinan. Bekti yang seorang muslim tampak sangat akrab bermain dan bercanda dengan Gladly yang nasrani, meski keduanya baru saja bertemu dan berkenalan. Beberapa anak di antara mereka menyatakan baru pertama kali ini bertemu dan bermain dengan teman-teman yang berbeda agama dan keyakinan. Kegembiraan mendapatkan teman baru tercermin dari wajah-wajah mereka. Meski beberapa di antaranya masih tampak ragu dan malu mengenal teman baru.

Kegiatan Sobat Anak memang bertujuan memfasilitasi perjumpaan anak-anak dari beragam latar belakang. Harapannya kegiatan ini untuk turut menumbuhkan rasa menghormati dan menghargai perbedaan di kalangan anak-anak sejak dini.  /cdw/

Tentang Penulis

Berita lainnya