PELAYANAN KEMANUSIAAN LAKU MEMAYU HAYUNING BAWANA

Kherubima Estephanosa Arun

PELAYANAN KEMANUSIAAN: REFLEKSI PENGALAMAN HIDUP BERSAMA LEMBAGA PERCIK DALAM KAITANNYA DENGAN KISAH PEMBASUHAN KAKI PARA MURID DAN LAKU MEMAYU HAYUNING BAWANA

  1. PEMBUKA

Filsafat Teologi Sosial adalah salah satu mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa semester 4, Universitas Kristen Duta Wacana. Mata kuliah ini mendorong mahasiswa untuk melihat realita sosial yang terjadi di dalam masyarakat, lalu merefleksikannya dari kacamata teologis. Kegiatan Social Immersion menjadi salah satu media pembelajaran mahasiswa dalam mengaplikasikan teori yang didapatkan pada pengalaman konkret di lapangan.

Kegiatan Social Immersion merupakan sebuah wadah bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari pengalaman hidup yang didapatkan di lapangan. Mahasiswa bersama dengan kelompok diutus ke lembaga masyarakat yang telah dipilih oleh panitia kegiatan Social Immersion. Mahasiswa tersebut akan menjalani hidup selama satu bulan di lingkungan tempat lembaga tersebut berada. Tentunya, dalam waktu satu bulan tersebut mahasiswa akan bertemu secara langsung dan berdinamika dengan masyarakat di lingkungan lembaga. Melalui pertemuan dan dinamika dengan lembaga inilah, mahasiswa diharapkan dapat merefleksikan pengalaman berharga yang didapatkan.

Lembaga Percik adalah salah satu lembaga kemanusiaan yang dipilih untuk mendampingi mahasiswa dalam proses belajar di lapangan. Lembaga Percik memiliki perhatian yang tinggi terhadap permasalahan krusial yang terjadi di dalam masyarakat. Perhatian tersebut mewujud dalam upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga Percik agar tercipta lingkungan yang demokratis dan adil bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bagaimana lembaga Percik kaya akan rasa kemanusiaan. Rasa kemanusiaan tidak hanya nampak dalam upaya-upaya lembaga Percik saja, tetapi juga nampak dalam karakter yang dimiliki warga Percik.

Dalam kaitannya dengan latar belakang penulis sebagai orang Kristen di tanah Jawa, penulis menemukan kekhasan dari karakter kemanusiaan warga Percik. Selama satu bulan berdinamika dengan warga Percik, penulis mendapatkan banyak pengalaman berharga. Satu dari sekian banyak pengalaman yang penulis dapatkan akhirnya menuntun pada refleksi pribadi penulis sebagai orang Kristen di tanah Jawa. Penulis melihat adanya nilai Budi Luhur dari orang Jawa dengan laku Memayu Hayuning Bawana, serta teladan dalam Yohanes 13:12-17 yang mewujud dalam karakter kemanusiaan warga Percik.

  • ISI

Yohanes 13:12-17

13:12 Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu?

13:13 Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.

13:14 Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;

13:15 sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.

13:16 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.

13:17 Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.

Narasi dalam kitab Yohanes ini menceritakan kisah ketika Yesus membasuh kaki para murid. Pada saat menjelang hari raya Paskah mulai, Yesus bersama para murid sedang berkumpul dan makan bersama. Dalam kisah ini disebutkan bahwa Yesus menanggalkan jubah-Nya, mengikat kain lenan di pinggang-Nya, membasuh kaki para murid dengan air, dan menyeka kaki para murid dengan kain lenan itu.

Mari kita analisa tokoh-tokoh yang ada di dalam kisah ini. Kita dapat melihat dalam kisah ini terdapat dua tokoh utama, yakni Yesus dan murid-murid-Nya. Tokoh Yesus dalam kisah ini disebutkan sebagai Guru dan Tuhan bagi para murid. Dalam kisah ini kita dapat melihat peran Yesus sebagai Guru melalui tindakan yang dilakukan untuk murid-murid-Nya, yaitu membasuh kaki mereka. Sedangkan tokoh  murid-murid dalam kisah ini berperan sebagai orang-orang yang diberi pengajaran. Tindakan membasuh kaki inilah yang menjadi pengajaran bagi para murid.

Tindakan ‘membasuh kaki’ mengajarkan para murid tentang keberadaan mereka di antara sesama manusia, serta bagaimana seharusnya mereka berlaku seorang terhadap yang lain. Dalam hal ini, Yesus yang adalah Guru menjadi teladan bagi murid-murid-Nya. Tindakan ‘membasuh kaki’ menunjukkan kerendahan hati untuk melayani orang lain, bahkan orang yang kedudukannya berbeda sekalipun. Yesus menekankan bahwa terdapat kesetaraan dalam hal melayani, di mana setiap orang dengan kedudukan apapun memiliki kesempatan yang sama untuk melayani orang lain tanpa terkecuali. Inilah yang Yesus inginkan dari para murid. Kesadaran akan keberadaan diri yang setara di antara sesama manusia, serta mewujudkan kesadaran tersebut dalam bentuk pelayanan terhadap orang lain tanpa terkecuali. Bagi Yesus, inilah kebahagiaan di dalam hidup, ketika seseorang memahami dan mau melakukan pelayanan bagi orang lain.

Nilai Hidup Masyarakat Jawa

Tindakan ‘membasuh kaki’, wujud kesetaraan dan pelayanan bagi sesama nampaknya juga melekat dalam laku hidup masyarakat Jawa, yakni Memayu Hayuning Bawana. Istilah Memayu Hayuning Bawana sangat akrab bagi orang Jawa. Memayu Hayuning Bawana menjadi sebuah lelaku bagi orang Jawa untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup. Memayu Hayuning Bawana sendiri memiliki arti ‘mempercantik’ bumi yang sudah dicipta dengan ‘cantik’, di mana salah satu cara mempercantik bumi ini adalah dengan menjaga hubungan harmonis di antara sesama manusia (Musman, 2018). Dengan laku ini, masyarakat Jawa mengupayakan sebuah kehidupan yang harmonis di dunia. Lelaku ini didasarkan pada salah satu nilai dalam budaya Jawa, yakni nilai Budi Luhur.

Nilai Budi Luhur adalah sebuah nilai yang didasarkan pada sifat-sifat kasih yang dimiliki Tuhan. Sifat yang dimaksud mencakup kasih terhadap sesama tanpa terkecuali, sikap rela berkorban tanpa pamrih, serta bertindak dengan kejernihan hati (Musman, 2018). Kita dapat melihat bahwa sifat-sifat Tuhan ini menjadi teladan yang harus ditiru. Di dalam relasi sosial, masyarakat Jawa diharapkan memiliki nilai Budi Luhur ini. Dengan nilai ini, masyarakat Jawa didorong untuk memiliki inisiatif dalam aksi pelayanan bagi sesama.

Refleksi

Salah satu pengalaman berkesan yang penulis dapatkan selama satu bulan hidup di Percik adalah pengalaman ditolong oleh seorang karyawan Percik. Kita sebut saja pak Oza. Saat itu, penulis beserta rekan satu kelompok mengalami kendala ketika akan berangkat untuk suatu tugas. Motor kami mogok sehingga tidak dapat digunakan. Kami harus menyewa motor agar kami dapat berangkat. Pak Oza yang pada waktu itu sedang piket meminjamkan motornya supaya kami dapat menyewa motor. Setelah berkeliling ke enam tempat persewaan motor, kami harus pulang dengan tangan hampa karena motor sewaan di keenam tempat tersebut sudah habis disewa. Kami pulang dengan perasaan cemas. Sesampainya di Percik, kami berniat mengembalikan kunci motor milik pak Oza. Ketika kami mengembalikan kunci tersebut, terjadi percakapan kecil antara kami dengan pak Oza. Dalam percakapan itu kami menceritakan bahwa kami tidak mendapatkan motor sewaan. Pak Oza dengan belas kasihnya menyarankan demikian, “Mas, Mbak, motor saya dibawa saja ndak papa. Nanti saya bisa pulang jalan kaki, yang penting sekarang urusan panjenengan bisa selesai. Sudah dibawa saja.” Kami terkejut mendengar tawaran tersebut. Kami awalnya menolak tawaran tersebut karena tugas piket pak Oza hanya sampai pukul 11.00, sedangkan tugas kami baru selesai sore hari. Namun, pak Oza terus meyakinkan kami untuk menerima tawaran tersebut. Kami akhirnya menerima tawaran dari pak Oza. Kami sangat lega karena tugas kami dapat selesai hari itu. Sungguh! Kami terkagum dengan tindakan pak Oza yang rela bersusah payah demi orang lain.

Tindakan pak Oza merupakan wujud nyata dari karakter kemanusiaan yang khas seperti tertulis dalam kisah pembasuhan kaki para murid. Kita dapat melihat bagaimana pak Oza dalam hal ini berperan sebagai sesama manusia. Pak Oza memandang orang lain dalam kesetaraan sebagai manusia. Pak Oza sebagai karyawan melihat penulis yang adalah mahasiswa magang sebagai sesama manusia. Itu artinya kami setara. Sebagai sesama manusia, pak Oza pun menyadari akan tugasnya untuk saling menolong satu sama lain. Kesadaran akan kesetaraan dan tugas sebagai sesama manusia inilah yang akhirnya mendorong pak Oza pada pengorbanan bagi sesama manusia.

Tindakan pak Oza juga khas seperti dalam lelaku Memayu Hayuning Bawana dengan nilai Budi Luhur. Dalam tindakan yang dilakukan pak Oza, kita dapat melihat bahwa pak Oza meneladani sifat-sifat Tuhan. Pak Oza dengan belas kasihnya memilih untuk berkorban tanpa pamrih. Inilah nilai Budi Luhur pak Oza. Nilai Budi Luhur ini menandakan adanya upaya melakukan laku Memayu Hayuning Bawana. Pak Oza mempercantik dunia ini dengan pengorbanannya untuk orang lain. Pengorbanan yang pak Oza lakukan membuahkan kebahagiaan di dalam hatinya. Ya, kebahagiaan yang didapat ketika melihat senyuman dari orang yang kesusahan akhirnya tertolong dengan bantuan yang kita berikan.

Penulis merasa kita semua dapat belajar dari kisah pembasuhan kaki para murid dan laku Memayu Hayuning Bawana dengan nilai Budi Luhur. Kisah pembasuhan kaki para murid yang dilakukan Yesus mengajak kita untuk melihat orang lain sebagai sesama manusia yang setara. Sebagai sesama manusia kita memiliki kesempatan yang sama untuk ambil bagian dalam pelayanan bagi semua orang tanpa terkecuali. Lalu, laku Memayu Hayuning Bawana dengan nilai Budi Luhur juga menyadarkan kita bahwa kebahagiaan di dunia ini adalah ketika kita dapat meneladani sifat-sifat kasih Tuhan dan mewujudkannya melalui kasih terhadap sesama tanpa pamrih.

Percik dan segenap warga di dalamnya memberikan pembelajaran berharga bagi penulis. Nilai kemanusiaan yang terpatri di dalam hati membuat warga Percik memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama manusia yang ada di sekitarnya. Nilai kemanusiaan ini mendorong warga Percik untuk terlibat dalam pelayanan kemanusiaan tanpa pamrih. Pelayanan kemanusiaan inilah yang menjadi kebahagiaan bagi warga Percik. Melihat orang lain akhirnya keluar dari kesulitan menimbulkan kebahagiaan tersendiri di dalam hati warga Percik. Pelayanan kemanusiaan menjadi pembelajaran berharga yang membekas di dalam hati penulis.

  • PENUTUP

Sebagai seorang Kristen di tanah Jawa, kisah pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus dan laku Memayu Hayuning Bawana dengan nilai Budi Luhur menolong penulis dalam merefleksikan pengalaman hidup yang didapatkan di lembaga Percik. Kisah pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus menekankan akan adanya kesetaraan sebagai sesama manusia, terlepas dari kedudukan yang dimiliki. Kesetaraan sebagai sesama manusia menegaskan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam pelayanan terhadap sesama. Laku Memayu Hayuning Bawana dengan nilai Budi Luhur menunjukkan bahwa upaya mempercantik dunia dapat dilakukan dengan pengorbanan tanpa pamrih terhadap sesama manusia. Pengalaman bersama dengan lembaga Perciklah gongnya. Kebahagiaan dalam hidup ini adalah ketika kita memiliki kesadaran dan kemauan untuk terlibat dalam pelayanan kemanusiaan.

Daftar Pustaka

 

Musman, A. (2018). Bahagia ala Orang Jawa. Yogyakarta: PUSTAKA JAWI.

Tentang Penulis

Berita lainnya