Setiap kelurahan memiliki kekayaan budaya sekaligus praktek baik kehidupan bersama di antara warganya. Di lain hal, setiap kelurahan juga memiliki berbagai tantangannya sendiri. Terus menjaga kekayaan budaya dan merawat praktek baik kehidupan bersama adalah hal-hal yang penting diupayakan.
Kelurahan-kelurahan Mojo, Joyosuran, Semanggi, dan Sangkrah di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta kaya akan budaya dan praktek baik relasi antar warganya dengan latar belakang yang bervariasi. Masing-masing kelurahan tersebut memiliki berbagai kesenian lokal seperti Hadroh dan Rojomolo, juga batik dengan corak-corok khusus semacam semanggi.
Sementara itu, keempat kelurahan juga memiliki berbagai tantangan yang hampir sama antara lain adanya sebagian lahan illegal, variasi keberagamaan penduduk, kepadatan penduduk, dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi.
Berbagai tantangan tersebut didiskusikan dalam sebuah sarasehan bersama poros empat kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon yang terdiri dari Kelurahan-kelurahan Mojo, Joyosuran, Semanggi, dan Sangkrah (MoJoSemar). Sarasehan ini dilaksanakan pada tanggal 5 November 2019 di Joglo Omah Sinten dan dilanjutkan pada tanggal 26 November 2019 di Rumah Makan Goeala Klapa, Surakarta yang difasilitasi oleh Lembaga Percik Salatiga. Setiap kelurahan diwakili oleh Lurah, Ketua LPMK, Ketua PKK, dan Ketua Karang Taruna.
Memperkuat Kebangsaan
Keragaman penduduk dengan berbagai latar belakang agama dan keyakinan di satu sisi menjadi kekayaan yang memperkuat khasanah kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi di sisi yang lalin, keberagaman itu kadang juga menimbulkan tantangan tersendiri. Dalam hal administrasi kependudukan, misalnya ada sebagian kecil penduduk yang enggan untuk mengurusnya karena alasan keyakinan keagamaan. Bahkan ada pula yang enggan mengikutsertakan anaknya dalam pos pelayanan terpadu untuk mendapatkan hak kesehatan dengan alasan yang sama.
Wilayah-wilayah di keempat kelurahan yang padat penduduknya menjadi surga yang leluasa bagi para pendatang. Sebagian dari para pendatang enggan untuk diidentifikasi asalnya, dan bahkan menunjukkan kecenderungan eksklusivitas dalam berelasi dengan warga lain.
Sarasehan menyimpulkan bahwa upaya untuk mengkampanyekan pentingnya kehidupan bersama yang inklusif perlu dilakukan. Dengan berbagai tantangan yang ada, keempat kelurahan pun sepakat untuk membangun ketahanan diri dari kekuatan desdruktif yang mungkin datang dari luar. Memperkuat kebangsaan adalah salah satu cara yang diharapkan bisa kekayaan budaya dan merawat praktek baik kehidupan bersama.
Upaya itu akan dibangun bersama berbagai stakeholder di kelurahan, antara lain bersama pemerintah lokal, tokoh agama, perempuan, dan kalangan muda. Sejumlah usulan kegiatan pun kemudian dilontarkan bersama, seperti kirab kebangsaan lintas kelurahan, pelatihan jurnalisme damai untuk anak muda, dan penguatan kelembagaan di tingkat RT atau RW.
Dalam waktu dekat, disepakati bersama bahwa kirab kebangsaan akan dilaksanakan yang melibatkan empat kelurahan. Kegiatan ini diharapkan agar kampanye kehidupan yang inklusif dan mampu merawat kebhinnekaan dapat digaungkan lebih luas. (AMB)