Merayakan Kemajemukan untuk Perdamaian (Kemah Lintas Kultural Pemuda Karang Taruna Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta)

Tenda berwarna kuning dan biru telah berdiri berbaris rapi di bawah pohon-pohon rindang. Matahari dengan sinarnya yang keemasan mulai meredup. Hawa pun mulai sejuk sore itu di Kampoeng Percik Salatiga, lokasi di mana 32 orang peserta kemah lintas kultural menghabiskan akhir pekan.

Kemah yang diselenggarakan atas kerja bersama Kelurahan Semanggi dengan Lembaga Percik ini dimaksudkan untuk memfasilitasi silaturahmi antar pemuda lintas kultural dan etnik di Kecamatan Pasar Kliwon, khususnya di di Kelurahan-kelurahan Semanggi, Mojo, Joyosuran, dan Sangkrah. Selain juga sebagai sarana mencari strategi pengembangan jaringan aktor dan kelompok toleran di masa depan.

Kita tahu bahwa salah satu elemen penting penjaga perdamaian adalah kelompok anak muda. Bangsa ini masih bisa optimistis dengan sikap generasi muda karena mayoritas anak muda tidak menyukai tindakan radikal dan ekstrem berbasis agama meski ada kecenderungan penurunan toleransi di kalangan anak muda.  Membentengi kelompok muda dari arus gerakan radikalisme dan terorisme menjadi kebutuhan penting mengingat usia muda termasuk masa rentan karena sedang di fase mencari jati diri.

Inspirasi dari Film The Imam and Pastor

Beberapa narasumber dihadirkan untuk bersama peserta mendiskusikan problem-problem sosial berkaitan toleransi dan perdamaian. Buddhy Munawar Rachman, seorang akademisi dari Universitas Paramadina Jakarta, mengantarkan diskusi mengenai Peran Pemuda dalam Perdamaian dengan memutarkan film berjudul The Imam and Pastor.

Para peserta diajak untuk merenungkan dan belajar dari konflik bernuansa agama yang terjadi di Nigeria dan dampak yang ditimbulkannya. Dari film itu dapat disimpulkan bahwa kekuatan memaafkan adalah penting hingga pada akhirnya muncul komitmen di antara pihak-pihak yang berkonflik untuk menjadi agen perdamaian di lingkungannya; dan bahkan melibatkan banyak pihak dan memperluas kampanye perdamaiannya.

Seorang aktivis dan blogger kenamaan dari Surakarta, Blontak Poer, juga memfasilitasi sebuah sesi mengenai Pemuda dan Media untuk Perdamaian di Surakarta. Dia mengajak Kaum muda untuk bijak dalam hal informasi dan berita. Para peserta belajar agar tidak mudah terpancing dengan satu isi berita. Mengecek kebenaran isi berita menjadi hal sangat penting, apalagi di era sekarang banyak berita yang berseliweran di media sosial yang belum tentu kebenarannya.

Belajar dari Sebuah Dusun “Pancasila”, Tekelan

Untuk melengkapi pengalaman lapang para peserta kemah, mereka diajak untuk mengunjungi sebuah dusun di Lereng Gunung Merbabu, Dusun Tekelan di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Dusun ini sangat menarik dikarenakan masyarakatnya yang plural dalam hal agama yang dipeluknya, yakni Islam, Buddha, Kristen, dan Katolik. Karenanya dusun ini memiliki tiga tempat ibadah: Masjid, Vihara, dan Gereja Protestan.

Para peserta pun belajar tentang kemajemukan sejak dalam keluarga. Dalam satu keluarga bisa terdapat penganut Buddha, Islam dan Nasrani. Perbedaan agama yang disatukan dalam ikatan keluarga dan ketetanggaan ini mendorong mereka saling menghormati. Warga dusun ini mengajarkan tentang pentingnya komunikasi dalam menjalin kerukunan. Setiap persoalan yang muncul diselesaikan dengan membangun komunikasi antar pihak untuk mencari solusi bersama.

Hubungan ketetanggaan yang terjalin erat di dusun ini meniadakan sekat-sekat dalam perbedaan agama. Dalam perayaan hari besar agama, telah menjadi tradisi untuk saling mengundang warga dari yang berbeda agama. Bahkan gotong royong membangun tempat ibadah juga dilakukan oleh warga dusun tanpa memandang perbedaan agamanya.

Rangkaian kegiatan kemah lintas kultural ini membawa refleksi menarik dari tiap-tiap peserta. Seorang peserta dari Kelurahan Joyosuran menyampaikan bahwa “Saya mendapatkan banyak ilmu tentang toleransi umat beragama, agar saling hargai hormati. Saya juga mendapatkan pengalaman pertama mengunjungi tempat-tempat ibadah di Dusun Tekelan.”

Sementara itu seorang peserta dari Kelurahan Sangkrah berefleksi bahwa. “Komunikasi antar umat beragama adalah penting. Di Indonesia yang beragama, perdamaian menjadi penting. Indonesia pernah mengalami beberapa konflik yang bernuansa etnis dan agama. Penting untuk merawat toleransi.”

Sebagai tindak lanjut kegiatan, para peserta berkomitmen untuk melanjutkannya dengan berbagai bentuk kegiatan kampanye perdamaian lainnya di masa mendapatang. Selain itu peningkatan kapasitas pemuda Karang Taruna juga dirasa penting, misalnya melalui training pelatihan jurnalisme damai untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari di Kota Surakarta. (cdw, sgn, amb)

Tentang Penulis

Berita lainnya