MEMBANGUN RUANG PUBLIK SEBAGAI JEMBATAN HUBUNGAN LINTAS AGAMA[1]
- Setiap agama selalu mengajaran kebaikan, cinta kasih, hidup bersama secara damai. Tetapi mengapa selalu ada ketegangan, konflik, kekerasan atas nama agama? Pertanyaan ini membawa perhatian kita kepada sejarah dan realita hubungan antar agama yang sangat kompleks dimana demensi-demensi kekuasaan social, ekonomi, dan politik ikut memainkan peranan yang sangat penting.
- Di banyak tempat ada gap hubungan antara agama yang cenderung semakin besar. Fungsi integrative agama berkembang kearah eksklusifisme yang ektreem. Huntington bahkan mengemukakan tentang benturan peradaban (the clash of civilization).
- Indonesia merupakan masyarakat yang sangat plural secara etnisitas, tradisi dan budaya dan diperkompleks dengan kehadiran agama-agama besar dunia seperti Islam, Kristen, Hindu , Budha, Kofusianisme, dsb. Agama-agama itu tidak datang pada ruang kosong, tetapi pada masyarakat yang sebelumnya telah mengenal agama-agama suku, tradisi, pandangan hidup dsb yang bersifat animistis atau dinamistis.
- Agama- agama besar yang datang itu membawa sejarah panjang tentang perjumpaan mereka, yang didalamnya terkandung sejarah sakit hati, konfik dan kekerasan, yang bersumber pada pertentangan kepentingan kekuasaan ekonomi dan politik.
- Proses kedatangan agama-agama itu acap kali diikuti dengan proses transformasi yang digerakkan oleh tekanan-tekana dari luar baik secara ekonomi, social politik. Dalam proses itu juga terjadi marginalisasi dari peran agen-agen local, memotong sejarah local mereka, dan menggantinya dengan paksa dengan mind set baru. Proses perkembangan agama memeperkuat proses alienisasi terhadap konteks local mereka.
- Indonesia kini menunjukkan lebih sebagai segregated plural society. Kontak antar kelompok umat berbeda agama acap kali menegang. Perkembangan kehidupan beragama cenderung bersifat involutif (kedalam) dan semakin menekankan aspek-aspek eksklusifisme.
- Tidak mengherankan agama cenderung dilihat sebagai aspek distruktif, memenjarakan para penganutnya pada kotak-kotak segregasi. Celakanya kebijakan pemerintah dalam pencegahan konflik justru dengan memperkuat segregasi. Akibatnya peluang untuk munculnya pergaulan lintas agama yang sehat (yang tidak diracuni oleh prasangka buruk) tidak berkembang
- Upaya yang dilakukan sering mengarah kepada memenjarakan agama pada ruang privat, kesalehan yang bersifat individual.
- Perkembangan masyarakat yang segregated plural society, menjurus kepada munculnya isolasi, enclave budaya dan pandangan hidup, fanatisme dan juga fundamentalisme yang berlebihan. Ada distrust yang besar, buruk sangka,disertai dengan upaya penciptaan hantu-hantu tentang kelompok lain.
- Tokoh-tokoh agama sebagai agen-agen local yang penting tidak saling mengenal. Mereka lebih tokoh dalam benteng sendiri dengan arena-arena yang tertutup. Komunikasi keluar sangat terbatas.
- Apa yang dilakukan SOBAT FSUB:
- Memperbaiki relasi melalui hubungan pertemanan (karena gap dan buruk sangka sudah terlalu besar). Tujuannya adalah (1) menciptakan trust; mengenal secara langsung—tidak lagi belajar Islam dari kacamata Kristen atau sebaliknya. (2) menciptakan kesediaan untuk belajar bersama tentang konteks local kehidupan mereka (3) menciptakan kesediaan untuk belajar bersama dan mengembangkan kemampuan bersama dalam menghadapi krisis, ketidak pastian dan kekerasan.
- Menekankan segi proses;
- kesediaan untuk merumuskan/ mendefinisikan persoalan bersama dan mencari penyelesaian bersama berdasar sumber-sumber local (Local problems are solved by local people).
- Menekankan pentingnya refleksi yaitu merenungkan dan mengevaluasikan kembali proses yang sudah dilalui dan menempatkannya dalam konteks perkembangan yang lebih luas dan menyeluruh.
- Mengembangkan etika relasi bersama; menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan umum, kesama derajatan; kebebasan; kearifan tradisi local;
- Menghargai sejarah local/ konteks local sebagai sumber kehidupan pokok bersama.
- Menekankan segi-segi praktek pada tingkat akar rumput.
- Sangat menghargai keanekaragaman local dan tidak mencoba untuk menekankan/ apalagi memaksakan keseragaman.
- Pengalaman, pergaulan akan membuka perspektif dan solidaritas baru dalam menerima ketidak pastian, ketidak tahuan dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Belajar untuk cooping with uncertainty. Dalam kehidupan dunia modern uncertainty mau dihilangkan atau dikesampingkan sehingga kehidupan manusia tidak lagi mampu/ tidak terlatih menghadapi uncertainty.
- Belajar bersama tidak sama dengan menciptakan arena untuk beradu argumentasi untuk memenangkan kebenaran sendiri dan mentobatkan orang lain. Belajar bersama harus dimulai dari kesediaan menghargai kebenaran yang diyakini orang lain.
Zwolle 6 April 2005
Pradjarta
Percik Salatiga.
[1] Pokok pokok pikiran disampaikan dalam pertemuan evaluasi program lintas iman (Sobat / Sohbet) di Amsterdam April 2005